Sejarah

Safeguards telah lama digunakan dalam pengelolaan hutan dan perdagangan hasil hutan dalam rangka melindunggi kelestarian sumberdaya hutan. Munculnya berbagai standar dan tuntutan adanya sertifikasi di bidang kehutanan menunjukkan semakin ketatnya safeguards dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Karenanya bukanlah hal baru apabila ada tuntutan diterapkannya safeguards dalam implementasi REDD+.

COP-16 di Cancun mengamanatkan bahwa dalam aksi REDD+ setiap negara perlu mendorong diterapkannya 7 (tujuh) ‘safeguards’ sebagai berikut :

  • Melengkapi atau konsisten dengan tujuan program kehutanan nasional, konvensi dan kesepakatan internasional terkait,

  • Struktur tata-kelola hutan nasional yang transparan dan efektif, mempertimbangkan peraturan-perundangan yang berlaku dan kedaulatan negara yang bersangkutan,

  • Menghormati pengetahuan dan hak ‘Indigenous Peoples’ dan masyarakat lokal, dengan mempertimbangkan tanggung jawab, kondisi dan hukum nasional, dan mengingat bahwa Maejlis Umum PBB telah mengadopsi Deklarasi Hak ‘Indigenous Peoples’.

  • Partisipasi stakeholders secara penuh dan efektif, khususnya ‘Indigenous Peoples’ dan masyarakat lokal,

  • Konsisten dengan konservasi hutan alam dan keanekaragaman hayati, menjamin bahwa aksi REDD+ tidak digunakan untuk mengkonversi hutan alam, tetapi sebaliknya untuk memberikan insentif terhadap perlindungan dan konservasi hutan alam dan jasa ekosistem, serta untuk meningkatkan manfaat sosial dan lingkungan lainnya,

  • Aksi untuk menangani resiko-balik (reversals),

  • Aksi untuk mengurangi pengalihan emisi.

Keputusan COP-16, sebagaimana tertuang dalam Annex I Paragraf 2 Decision 1/CP 16, mengamanatkan kepada negara pihak yang melaksanakan REDD+ untuk membangun sistem penyediaan informasi mengenai implementasi atau bagaimana safeguardsditangani dan dihormati.Keputusan COP pada dasarnya menyediakan panduan umum untuk negara pihak (parties), dan dijelaskan dalam keputusan tersebut bahwa pembangunan sistem ini disesuaikan dengan kondisi dan kapabilitas nasional dan menghormati kedaulatan masing-masing negara. Oleh karena itu negara pihak perlu menerjemahkan panduan tersebut dalam konteks nasional.

Dalam rangka melaksanakan amanat Keputusan COP-16 tersebut, selama tahun 2011 dan 2012 telah dilakukan serangkaian proses multipihak oleh Pusat Standarisasi dan Lingkungan – Kementerian Kehutanan, untuk membangun SIS REDD+ di Indonesia. Proses multipihak tersebut bertujuan untuk : (1) menterjemahkan safeguards REDD+ pada Keputusan COP-16 ke dalam konteks nasional, (2) melakukan analisis terhadap instrumen kebijakan dan instrumen lain yang terkait dengan safeguards REDD+ pada Keputusan COP-16, (3) mengidentifikasi struktur dan mekanisme sistem informasi implementasi safeguards dalam REDD+ yang paling sesuai bagi Indonesia, (4) menyusun rancangan kelembagaan SIS-REDD+, (5) menentukan Prinsip, Criteria dan Indikator, dengan mempertimbangkan hasil analisis butir (2) dan, (6) menentukan alat penilai pelaksanaan safeguards dalam SIS-REDD+ di Indonesia, Berdasarkan Keputusan COP-17, sistem penyediaan informasi tentang implementasi safeguards diisyaratkan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :

  • Konsisten dengan guidance pada Keputusan COP-16 Annex I Paragraph 1,

  • Informasi yang transparan dan konsisten yang dapat diakses oleh semua pihak dan di-update secara teratur,

  • Sistem yang transparan dan fleksibel untuk penyempurnaan dari waktu ke waktu,

  • Informasi tentang bagaimana ketujuh safeguards dilaksanakan,

  • Country-driven dan diimplementasikan di tingkat nasional,

  • Dibangun dengan basis sistem yang ada.